Wednesday, November 12, 2014

Diskusi Pendidikan Pancasila minggu ke-2

Mengagamakan Pancasila ?

Agama dapat digunakan sebagai suatu pandangan, pedoman, dan juga petunjuk bagi seluruh umatnya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia. Agama memiliki sifat yang mutlak dan dapat dipilih siapapapun di dunia ini tanpa adanya paksaan. Kebebasan dalam beragama merupakan bagian dari hak asasi manusia. Namun, keberagaman agama yang ada inilah yang sering dijadikan alasan untuk menjadikan konflik antar masyarakat Indonesia.

Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah perahan murni dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia. Pada masa pra kemerdekaan tatanan sosial masyarakat di Nusantara, kebanyakan terdiri dari Kerajaan-kerajaan Hindu. Dari sistem monarkis seperti ini, belum dikenal konsep musyawarah untuk mufakat; tetapi yang berlaku adalah sabda pandita ratu. Rakyat harus tunduk dan patuh pada titah sang raja tanpa reserve. Sekaligus, minus demokrasi, karena kedudukan raja diwarisi turun temurun. Kala itu, tidak ada persatuan. Perpecahan, perebutan kekuasaan dan wilayah, selalu mengundang pertumpahan darah.

Umat Islam dan umat agama lainnya di Indonesia dalam kebangsaan yang tunggal ini sebenarnya lebih memungkinkan untuk bekerjasama dalam membangun bangsa, lepas dari keterpurukkan ekonomi maupun sosial, dan filsafat Pancasila disini bisa menjadi kalimat al sawaauntuk semua golongan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi ‘kesepakatan’ bersama dalam rekap laporan Komisi I Konstituante Tentang Dasar Negara 1957. Nilai dan falsafah Pancasila bagi dasar negara Indonesia tidak diragukan lagi ada di setiap agama yang menjunjung keadilan dan kemanusiaan. Sesuatu dasar negara yang memuat semua hal yang merupakan kepribadian luhur bangsa Indonesia, dijiwai semangat revolusi 17 Agustus 1945 yang menjamin hak asasi manusia dan menjamin berlakunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang menjadikan musyawarah sebagai dasar segala perundingan dan penyelesaian mengenai segala persoalan kenegaraan, menjamin kebebasan beragama dan beribadat dan berisikan sendi-sendi perikemanusiaan dan kebangsaan yang luas.

Terpuruknya suatu bangsa yang memiliki pandangan yang luhur seperti Indonesia kini bukanlah kesalahan dan kegagalan dari dasar negaranya Pancasila. Bahkan fakta sosial bahwa banyak umat agama yang terpuruk bukan berarti agama itu salah atau gagal. Pandangan bijak seperti ini sebenarnya telah diucapkan oleh para wakil Komisi I di sidang Konstituante ini. Kiranya pernyataan ini adalah pernyataan bijak yang abadi. Islam atau agama apapun dalam sejarah bangsa dan negara di dunia ini banyak yang mengalami kegagalan dan kehancuran, hal ini dikarenakan penguasa saat itu tidaklah demokratis dan menjunjung keadilan bagi terciptanya kesejahteraan rakyatnya. Hal itu diperparah oleh elite penguasa dan agama yang korup, mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Pancasila juga mengalami hal itu terutama sejak (dan bila) penguasa melupakan tujuan dari pancasila itu sendiri yakni menciptakan keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyatnya. Jadi bukan salah Pancasila apalagi Agama bila suatu bangsa terpuruk, namun lebih daripada itu semua dalah kesalahan elite penguasa dan agama yang rakus pada kekuasaan dan kemakmuran diri sendiri. Namun demikian, dibanding dengan agama yang selalu eksklusif sifatnya, Pancasila dengan nilai demokratisnya lebih menjanjikan bagi suatu kebangsaan yang multi-segalanya seperti Indonesia ini.

Akan tetapi, bukan berarti dasar negara tidak boleh diganti (dengan suatu agama misalnya) seperti yang diingatkan oleh Soedjamoko di Sidang Konstituante ini. Sebab bila rakyat semua berkehendak untuk dirubah maka sah lah dasar negara yang disepakatinya nanti. Walaupun demikian, Soedjatmoko mengingatkan bahwa tujuan dasar negara itu adalah untuk menciptakan keadilan, kemanusiaan, dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh bangsa. Hal yang hanya bisa diciptakan dalam mekanisme demokrasi modern. Disinilah arti daripada demokrasi modern bagi semua agama yang memiliki naluri eksklusifitas bisa direkonstruksi demi tujuan yang lebih mulia yakni kemanusiaan yang adil dan beradab dalam mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta politik yang seluas-luasnya. Demokrasi bukan berarti kesempatan bagi sekelompok elite agama untuk memaksakan kehendaknya seperti halnya tampak dalam kasus akhir-akhir ini di Indonesia lewat Islamisasi Perda maupun RUUP yang sepihak tanpa adanya musyawarah dan rasa keadilan.

Meskipun begitu, nilai etik dan moral pada Pancasila sesungguhnya berasal dari nilai-nilai tradisi dan agama itu sendiri yang tentu saja musti disempurnakan dengan imbangan nilai-nilai kemanusiaan modern seperti yang dimaktub dalam deklarasi HAM. Doktrin Agama yang tumbuh dalam ruang dan waktu sejarah tertentu jelas mengalami dislokasi dengan rasa budaya dan kemanusiaan yang ada, apalagi agama yang datang dari satu daerah ke daerah lain. Dislokalitas dan temporalitas agama jelas terkandung didalamya suatu nilai budaya tertentu -misal Islam dan Arab atau Kristen dan Barat. Negoisasi dan akulturasi yang terjadi di ruang dan waktu sejarah selanjutnya juga ikut mewarnai sosok agama tersebut hingga tercipta simbiosis semacam Islam Jawa atau Kristen Batak. Nilai-nilai modern ini sebenarnya tumbuh dari pengalaman manusia dalam mencari dan mamaknai keadilan dan kemanusiaan akibat perjumpaan antar dan inter agama dan budaya. Pancasila yang tumbuh dari kepribadian bangsa inilah (yakni agama yang memiliki nilai demokrasi modern) yang akan mampu membawa manusia menjalani dan mengekspresikan agamanya menjadi lebih dewasa. Beragama dalam bingkai keindonesiaan berarti mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan berpancasila dalam segala tindakan etik dan moral kita sejatinya buah dari religiusitas beragama yang dewasa dan modern. Celakanya agama modern sekarang lebih berorientasi pada masa lalu yang dianggap otentik dan murni, mirip dengan Pancasila di Zaman Orba yang memfosilkan Pancasila itu sendiri.

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama. Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat. Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.

Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, bahwa agama digunakan sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi seluruh umatnya, begitu juga dengan pancasila yang dikatakan sebagai pandangan hidup bagi masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Walaupun sama-sama dikatakan memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai pandangan hidup seluruh masyarakat namun hal tersebut bukan berarti kita mengagamakan pancasila ataupun mempancasilakan agama karena agama dan pancasila memberikan sebuah petunjuk dan pandangan hidup dari konteks dan juga sudut pandang yang berbeda. Namun walaupun demikian agama dan pancasila sama-sama memiliki tujuan untuk menjadikan seseorang menjadi pribadi yang lebih baik.

Pertama, jika dilihat dari sumbernya, agama merupakan wahyu yang diturunkan Tuhan untuk makhluk Nya di muka bumi agar bisa menjalankan segala perintahnya dan menjauhkan segala larangannya. Pancasila bukan berasal dari wahyu, namun dia berasal dari cerminan kelakuan bangsa kita dengan sejarahnya, kulturnya, kekhasannya sendiri, sehingga tentu saja agama dan pancasila memiliki hakekat yang berbeda karena asal atau sumbernya juga berbeda.

Selanjutnya, agama sebagai pedoman dan pandangan  hidup itu bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa dan lebih mengarah kearah sebagai pondasi manusia dalam melakukan suatu perbuatan dan disini kita sebagai Umat yang menganut agama. Sedangkan Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu bersumber pada negara dan hukum Negara yang berlaku, pancasila dibentuk sebagai pegangan kehidupan bangsa, wujud falsafah bangsa dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari, disini kita sebagai warga Negara. Namun Pancasila dan agama memang tidak dapat dipisahkan tetapi memiliki sudut pandang yang berbeda dan tidak dapat disamakan.

Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.

Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.

Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan. Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.
Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya dengan saling menghargai antar umat beragama. Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.
Maka menurut saya, antara Pancasila dan agama secara tidak langsung terdapat sebuah hubungan teologis-dogmatis yang mesti diterjemahkan dalam praksis hubungan antaragama. Umat beragama semakin Pancasilais dan Pancasila semakin ”dimuliakan” jika kelima silanya tidak hanya dimuliakan dalam kata-kata belaka melainkan diaktualisasikan dalam perbuatan konkret yaitu hubungan antaragama dalam kerangka menyelamatkan bangsa dari konflik antarumat beragama.
Untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan usaha dan kemauan yang cukup keras, serta harus dibarengi dengan tokeransi antar umat beragama. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Untuk memformulakan agaman jangan dipancasilakan atau sebaliknya, kita perlu tahu dulu dasar-dasrnya, agar formula terebut dapat terlaksana. Pancasila itu sebagai asas kehidupan politik, berbangsa, bernegara, dan bermastarakat. Tetapi jangan mengacaukan itu dengan kedudukan agama supaya tidak menimbulkan konflik. Agama tidak bersaing dengan pancasila.  Karena, agama dan pancasila memiliki sudut pandang dan konteks yang berbeda dalam menyelesaikan masalah bangsa ini.





Referensi :
-          Unikpol.blogspot.com, (2012). hubungan pancasila dengan agama di indonesia. [online] Available at: http://unikpol.blogspot.com/2012/09/hubungan-pancasila-dengan-agama-di.html [Accessed 8 Oct. 2014].

-          Simatupang, T. and Matondang, H. (1989). Percakapan dengan Dr. T.B. Simatupang. 1st ed. Jakarta, Indonesia: BPK Gunung Mulia.

No comments:

Post a Comment