Sunday, December 14, 2014

Pasar Bebas ASEAN 2015


Pada 2015 mendatang, kesepakatan Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN mulai berlaku. Jika ingin tetap bisa bersaing, Indonesia harus berbenah. Sebab, daya saing beberapa sektor industri utama kita masih kalah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Indonesia perlu mengantisipasi empat permasalahan saat berada dalam arus pasar bebas 2015.

Pertama, implementasi ASEAN Economic Community (AEC) yang berpotensi akan menjadikan Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrial di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam sangat minim.

"Kedua, melebarnya defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang," ucap Mulyanto.

Kemudian yang ketiga, ia menambahkan, implementasi AEC akan membebaskan aliran tenaga kerja yang berpotensi banjirnya tenaga kerja asing sehingga berdampak pada naiknya remitansi TKI.

"Keempat, implementasi AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN," jelasnya.
Maka dari itu, kata Mulyanto, Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional (IPTEKIN) yang keempat ini diharap akan menjadi salah satu solusi untuk bersaing dalam MEA.

Selain itu Wakil Dekan Bidang Akademik Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Togar M Simatupang juga menyebut, Indonesia masih harus mempersiapkan berbagai hal. Mulai dari kualitas sumber daya manusia (SDM) maupun dari segi regulasi.

"Kita masih belum siap dikarenakan banyak hal yang belum kita selesaikan, khususnya peraturan-peraturan terkait visa, pajak, logistik, hingga kualifikasi SDM. Akibatnya, kita hanya akan menjadi pekerja saja dan sumber daya alam kita akan diambil semua. Jika terus seperti itu, maka akan ada ketergantungan kepada negara lain dan perlu diingat, ketergantungan itu tidak gratis," ujar Togar, seperti dilansir dari situs ITB, Rabu (30/7/2014).
Menurut Togar, ketidaksiapan ini disebabkan oleh tiga kelemahan Indonesia. Pertama, kecenderungan untuk hanya berpikir jangka pendek tanpa mau berinvestasi jangka panjang, seperti pada pengembangan teknologi milik kita sendiri.

"Kedua, program yang jarang diikuti oleh perencanaan anggaran yang tepat, sehingga hanya bersifat eventual atau sekadar pencitraan saja tanpa kesinambungan dan kelanjutan yang jelas," ungkapnya.

Ketiga, kata Togar, adanya konflik antara pemerintah lokal dan pemerintah pusat hingga masih banyak daerah yang tertinggal secara ekonomi. Inilah yang banyak menyebabkan masalah, mulai dari pengalokasian anggaran tidak pada sektor prioritas hingga kebocoran anggaran di pemerintah lokal.

"Kesimpulannya, bila ingin berbicara di ASEAN, Indonesia perlu memperbaiki terlebih dahulu pekerjaan rumahnya yang masih belum terselesaikan seperti yang tercanangkan pada Millenium Development Goals," imbuh Togar.

Referensi:


No comments:

Post a Comment