Pada
2015 mendatang, kesepakatan Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas
ASEAN mulai berlaku. Jika ingin tetap bisa bersaing, Indonesia harus berbenah.
Sebab, daya saing beberapa sektor industri utama kita masih kalah dibandingkan
negara-negara ASEAN lainnya.
Indonesia
perlu mengantisipasi empat permasalahan saat berada dalam arus pasar bebas
2015.
Pertama,
implementasi ASEAN Economic Community (AEC) yang berpotensi akan menjadikan
Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrial di kawasan
ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam sangat
minim.
"Kedua,
melebarnya defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan
barang," ucap Mulyanto.
Kemudian
yang ketiga, ia menambahkan, implementasi AEC akan membebaskan aliran tenaga
kerja yang berpotensi banjirnya tenaga kerja asing sehingga berdampak pada
naiknya remitansi TKI.
"Keempat,
implementasi AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan
luar ASEAN," jelasnya.
Maka
dari itu, kata Mulyanto, Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional
(IPTEKIN) yang keempat ini diharap akan menjadi salah satu solusi untuk
bersaing dalam MEA.
Selain itu Wakil Dekan Bidang
Akademik Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB)
Togar M Simatupang juga menyebut, Indonesia masih harus mempersiapkan berbagai
hal. Mulai dari kualitas sumber daya manusia (SDM) maupun dari segi regulasi.
"Kita masih belum siap
dikarenakan banyak hal yang belum kita selesaikan, khususnya peraturan-peraturan
terkait visa, pajak, logistik, hingga kualifikasi SDM. Akibatnya, kita hanya
akan menjadi pekerja saja dan sumber daya alam kita akan diambil semua. Jika
terus seperti itu, maka akan ada ketergantungan kepada negara lain dan perlu
diingat, ketergantungan itu tidak gratis," ujar Togar, seperti dilansir
dari situs ITB, Rabu (30/7/2014).
Menurut Togar, ketidaksiapan ini
disebabkan oleh tiga kelemahan Indonesia. Pertama, kecenderungan untuk hanya
berpikir jangka pendek tanpa mau berinvestasi jangka panjang, seperti pada
pengembangan teknologi milik kita sendiri.
"Kedua, program yang jarang
diikuti oleh perencanaan anggaran yang tepat, sehingga hanya bersifat eventual
atau sekadar pencitraan saja tanpa kesinambungan dan kelanjutan yang
jelas," ungkapnya.
Ketiga, kata Togar, adanya
konflik antara pemerintah lokal dan pemerintah pusat hingga masih banyak daerah
yang tertinggal secara ekonomi. Inilah yang banyak menyebabkan masalah, mulai
dari pengalokasian anggaran tidak pada sektor prioritas hingga kebocoran
anggaran di pemerintah lokal.
"Kesimpulannya, bila ingin
berbicara di ASEAN, Indonesia perlu memperbaiki terlebih dahulu pekerjaan
rumahnya yang masih belum terselesaikan seperti yang tercanangkan pada
Millenium Development Goals," imbuh Togar.
Referensi:
No comments:
Post a Comment