Industri merupakan suatu sektor yang sangat penting untuk meningkatan
perekonomian nasional, karena dari industrilah pendapatan perekonomian nasional
kita dapat meningkat, walaupun peningkatannya tersebut belum begitu besar.
Selain itu Industri dapat menjadikan indonesia menjadi negara yang tidak
bergantung lagi terhadap hasil produksi luar negeri untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Itulah mengapa indutri merupakan salah satu sektor yang sanagat
penting dalam perekonomian.
Namun, hal tersebut menjadi suatu ironi ketika
peningkatan dan perluasan sektor industri tidak dibarengi dengan kepedulian
terhadap lingkungan sekitar area industri yang menyebabkan kualitas lingkungan
di area tersebut menjadi membruruk. Banyak Industri-industri yang
dibangun oleh pemerintah kita untuk menyokong perekonomian Indonesia, namun
dalam pembangunannya pemerintah dan pihak pengembang tidak memperhatikan
lingkungan tempat dimana industri tersebut dibangun, sehingga banyak sekali lingkungan-lingkungan
sekitar proyek perindustrian tersebut menjadi rusak parah, ini akibat tidak
bertanggung jawabnya pemerintah dalam memperhatikan kelestarian lingkungan.
Berikut ini merupakan masalah lingkungan yang terjadi di areal
perindustrian:
1. Udara disekitar
industri menjadi sangat buruk, dikarenakan gas buang berupa asap membumbung
tinggi di udara bebas.
2. Daerah sekitar
industri menjdi panas, ini akibat adanya peningkatan suhu yang ekstrim yang
dihasilkan oleh gas-gas buang industri tersebut.
3. Tercemarnya
sumber-sumber mata air sekitar industri, akibat pembuangan limbah ke
sumber-sumber mata air tersebut.
4. Industri juga dapat
mempengaruhi peningkatan pemanasan global (global warming), yang saat ini
sedang dilakukan pencegahan agar tidak lebih meluas.
5. Pembangunan industri
dapat menyebabkan banjir karena kurangnya daerah resapan air, daerah-daerah
hijau atau resapan air sudah berubah fungsi menjadi daerah perindustrian.
6. Polusi suara yang
dihasilkan oleh deru-deru mesin produksi
yang tak henti-henti, Polusi suara dapat membisingkan telinga warga yang
tinggal disekitar areal perindustrian.
Lingkungan hidup adalah sistem yang
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya. keadaan dan mahluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya
(Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13). Definisi tersebut secara
tersurat menggambarkan bahwa dalam melakukan mekanisme survival menjalani
kehidupannya, makhluk hidup memanfaatkan lingkungan hidup yang ada
disekitarnya.
Adanya industri, khususnya yang
bergerak dalam bidang pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu contoh
manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidup yang ada disekitarnya. Keberadaan
industri pertambangan dan pengeboran minyak adalah upaya manusia dalam memenuhi
kebutuhan energi dalam kehidupannya. Industri pengelolaan hasil pertanian dan
kelautan adalah usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Gejala memanasnya bola bumi akibat
efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya
luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub
Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya
pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara
tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 - 20). Selain itu,
terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan
pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri.
Industri pertambangan dianggap
sebagai industri yang paling sering membuat kerusakan lingkungan. Contohnya,
perusahaan tambang dibangun di sebuah pulau kecil. Selain mengganggu daerah
resapaan air, proses penambangan perusahaan itu menyumbang limbah (tailing) B3
(bahan beracun dan berbahaya) bagi lingkungan sekitarnya. Kegiatan penambangan
emas dapat memicu terjadinya krisis air. Hal ini dikarenakan adanya proses
ekstraksi dalam penambangan emas. Agar mendapatkan satu gram emas dibutuhkan
100 liter air untuk proses ekstraksi.
Industri pengelolaan hasil laut
seringkali menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Penangkapan ikan menggunakan
bahan peledak adalah salah satu pemicu rusaknya ekosistem laut. Penangkapan
ikan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan keberlangsungan kehidupan laut
juga menjadi pemicu kerusakan ekosistem laut.
Industri pengelolaan sumber daya
alam, khususnya sumber daya alam yang tak terbarui (minyak bumi, gas alam, batu
bara) merupakan industri jangka pendek tetapi mampu memberikan dampak yang
panjang bagi kerusakan lingkungan. Contohnya, tragedi lumpur lapindo di
Kabupaten Sidoarjo. Kelalaian perusahaan dalam mengebor minyak, mengakibatkan
melubernya lumpur panas yang membahayakan bagi kehidupan manusia dan kerusakan
lingkungan. Secara umum kerusakan
lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan antara lain:
1. Perubahan vegetasi penutup
Proses land
clearing pada saat operasi pertambangan dimulai menghasilkan dampak lingkungan
yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan
pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi
akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. Tanpa vegetasi lahan
menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim
hujan.
2.
Perubahan Topografi
Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada
daerah tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang
karena digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan overburden) dan
pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah pada perusahaan
tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti halnya dampak
hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk
lereng yang curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan
erosi. Kondisi bentang alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk
terbentuk, dalam sekejap dapat berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan
sulit dikembalikan dalam keadaan yang semula.
3.
Perubahan pola Hidrologi
Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami
perubahan akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam
siklus hidrologi. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat
beroperasi, air dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang
dieksploitasi untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak
beroperasi, aktivitas sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah (ground
water table) berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air tanah untuk
keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air akibat tersingkapnya batuan
yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun (Ptacek, et.al, 2001).
4.
Kerusakan tubuh tanah
Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan
penimbunan kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi
diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur
sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar,
2010). Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi
dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan
membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin. Pattimahu (2004)
menambahkan bahwa terkikisnya lapisan topsoil dan serasah sebagai sumber karbon
untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah
satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah yang
berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak langsung
mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu dengan mobilitas operasi alat berat
di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Kondisi tanah yang
kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air (water
infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung
dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar.
Oleh karena
begitu banyaknya dampak negatif bagi lingkungan akibat industri yang tidak
ramah terhadap lingkungan, pemerintah sebaiknya segera melakukan tindakan tegas
pada perusahaan-perusahaan yang kegiatan perindustriannya tidak berbasis
lingkungan. Seharusnya dalam mengeksploitasi sumber daya alam yang
dilakukan oleh perusahaan ekstraktif tidak hanya berorientasi pada prinsip
ekonomi semata, tetapi juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pemerintah pun bisa member rekomendasi seperti keharusan semua perusahaan yang
bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam, memiliki program CSR yang
dapat memelihara kelestarian lingkungan disekitarnya. Selain itu diperlukan pengawasan yang ekstra
ketat dari pemerintah terhadap aktivitas perusahaan yang dapat membahayakan
kelestarian lingkungan hidup, diperlukan juga reward and punishment dari
pemerintah terhadap aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan
hidup.
Referensi :
Dharmawan, A. 1986. Aspek-aspek Amri,
Mulya dan Wicaksono Sarosa. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial.
Jakarta : Indonesia Busines Links.
Bidimanta, Arif. 2008. Corporate
Social Responsibility; Alternatif Bagi Pembangunan Indonesia. Jakarta:
ICSD.
No comments:
Post a Comment