Once and Forever
Hai kawan, apa yang sedang kamu lihat? Sebuah catatan kecil di sebuah
blog teman, atau sekedar kicauan kecil di twitter atau status di
facebook atau personal message di bbm, di line, kakao talk dan lainnya.
Tapi bukan dengan dunia maya itu kita bertemu dan saling mengenal. Kita
saling bertatapan muka dan saling menyapa satu sama lain tanpa menyangka
bahwa kamu adalah orang yang akan selalu bersamaku dalam sebuah kisah
yang sama dan dalam bingkai yang kita hias bersama. Tapi, itu dulu.
Sekarang kita semakin jarang menatap, semakin jarang berbicara dan
semakin jarang saling tersenyum. Karena kita telah memiliki tujuan yang
jauh lebih penting. Sebuah mimpi yang dulu kita bicarakan bersama,
sebuah tujuan yang kita sering diskusikan dan sebuah harapan yang kita
gantung bersama. Tetapi kenyataan berbeda sekarang, kita harus meraihnya
sendiri, tanpa kamu dan kalian lagi. Dan semoga, selama masa peraihan
mimpi itu, kita masih punya sedikit waktu untuk mengingat bahwa kita
pernah membicarakannya bersama, di suatu tempat dan waktu yang lalu.
Pagi ini aku terbangun, dan segera menyadari bahwa semua tak lagi sama.
Aku bangun dan hanya duduk diranjang untuk beberapa saat. Biasanya,
sebelum hari-hari ini, aku akan melompat dari ranjang, meraih handuk dan
mandi, kemudian mengenakan seragam, sarapan dan pergi kesekolah. Aku
menelusuri jalanan dan rute yang sama, hingga aku hafal dimana setiap
lubang jalan berada, seragam pak polisi yang selalu berdiri disana,
meskipun aku tahu, seraagam polisi akan tetap seperti sampai kapanpun,
setidaknya itu adalah salah satu rekaman yang selalu aku ingat setiap
berangkat kesekolah, bahkan aku selalu bertemu dengan beberapa teman di
jalan. Ini berarti bahwa kita selalu memiliki jadwal yang sama setiap
harinya. Hingga aku datang pada sebuah gerbang, kemudian bukan gerbang
saat sekolah direnovasi lagi, kemudian menjadi gerbang lagi saat sudah
direnovasi. Aku mengalami siklus gerbang-bukan gerbang-agak
gerbang-gerbang lagi. Lalu siklus gedung-hampir bukan gedung-gedung
hancur-hampir menjadi gedung- dan...gedung lagi. Nah, saat siklus
'gedung lagi' itulah, aku menyadari hanya memiliki beberapa bulan lagi
disini. Aku juga mengalami siklus lapangan-agak lapangan-bukan lapangan
(melainkan tempat parkir)-lapangan lagi. Tapi, aku selalu mengalami
siklus yang sama, yaitu teman-teman-tetap teman... Aku percaya akan
selalu seperti itu, bahkan hingga kita semakin menjauh satu sama lain.
Aku ingat bagaimana setiap pagi dikelas, hanya ada segelintir orang
dikelas saat aku datang pagi, dan saat dikelas sudah begitu penuh serta
seorang guru sedang melotot ke arahku, itu berarti...aku datang
kesiangan. Aku ingat, aku membeli makanan tidak sehat itu bersamamu,
meski sadar dan sangat sadar aku akan sakit jika makan itu, aku akan
tetap melakukannya, membeli makanan itu setiap hari, bersamamu. Pergi ke
toilet berdua atau bersama-sama yang bahkan jaraknya jauh lebih dekat
dari rumah-kesekolah. Pergi kesekolah sendiri dan pergi ke toilet harus
ditemani, memang agak aneh, tapi itu yang selalu kita lakukan. Ke ruang
guru yang sejuk itu bersama-sama, yang perlu kesana hanya seorang, tapi
yang mengantar limabelas orang, hanya ingin menumpang dinginnya ruangan
itu, sama nikmatnya seperti menumpang dingin di Alfamart atau Indomart.
Aku ingat bagaimana kita begitu bahagia saat guru yang mengajar sedang
sakit atau tidak masuk, yang secara tidak langsung kita selalu bersyukur
dan amat bersyukur karena guru itu sakit, apalagi saat ujian batal.
Batal, tetapi akan tetap terjadi keesokan harinya, dan terkadang dengan
alasan menyebalkan 'Pasti kalian udah belajar lebih banyak kan karena
kemarin nggak jadi ulangan jadi ulangannya soalnya lebih banyak lima
kali lipat' dan saat itu terjadi kita berharap guru itu tidak pernah
sembuh, atau berharap bisa kembali ke hari sebelumnya, saat soal ujian
lebih sedikit dan lebih mudah. Kita juga sering melakukan
latihan-latihan kecil untuk pentas seni, drama atau untuk praktek
non-eksak. Itu adalah salah satu penjernihan pikiran. Kita sering
melakukan belajar kelompok yang sebenarnya itu alibi, karena kita hanya
akan menggosip setiap kali berkumpul, tidak perduli laki-laki atau
perempuan yang berkumpul disana, acara 'membicarakan orang lain' adalah
begitu menyenangkan. Kita belajar kelompok dan besoknya tetap datang
subuh kesekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok itu. Kita tahu itu
salah, tapi tetap melakukannya. Ingat saat kita rela mengeluarkan
sejumlah uang untuk membeli jersey atau jaket kelas, hanya untuk satu
kata 'solid' atau 'kompak'. Kita rela berteriak-teriak dan membiarkan
keringat kita menetes di dataran yang sama. Bertahan dibawah cahaya
matahari dan berteriak meneriaki nama kelas kita tanpa syarat . Teriakan
dan keringat yang bahkan tidak akan mengubah nilai 60 menjadi 90. Tapi,
kita melakukannya sepenuh hati.
Ingat saat kita rela tidak pulang hingga malam, mendesain stand dan
membawa barang-barang dari rumah masing-masing yang menyatukannya untuk
sebuah mahakarya, meski tidak menang kita tetap saja merasa yang
terbaik. Entah, bagaimana tubuh kita begitu rela pegal-pegal karena itu
semua dan entah kekuatan apa yang membuat kita menjadi seseorang yang
bisa bersatu tanpa syarat. Ingat bagaimana kamu bercerita tentang orang
yang kamu sukai dan kami mendukungnya. Bagaimana kamu cemburu, bagaimana
kamu menangis karena suatu hal menyebalkan yang ia lakukan. Bagaimana
kita diam-diam menguntit dan menyelidiki orang itu. Atau bagaimana kamu
membantuku menyelesaikan setiap masalahku, bagaimana aku memberikan
sarang yang tua itu saat kamu dalam masalah. Aku akan ingat semua hal
lucu itu.
Hari-hari terus berlalu, sampai akhirnya waktu itu tiba. Dimana kita
akan saling meninggalkan satu sama lain. Kita tidak akan pernah bisa
terus begini, kita hanya singgah sebentar. Kita tidak bisa terus
mengenakan seragam ini dan berdiam diri di sekolah ini. Kita hanya
menyelipkan sedikit kesan pada setiap orang yang menganggap kita teman.
Hari perpisahan itu datang, hari itu terasa sama saja dan biasa saja.
Biasa saja, hingga hari ini aku tersadar bahwa kita memang tidak akan
kembali kesana, menyadari bahwa aku tidak bisa melihat kamu lagi seperti
dulu. Kita tidak lagi mengenakan seragam itu, tidak lagi datang
kesekolah itu, tidak lagi masuk keruang kelas itu, tidak lagi membeli
makanan di kantin, tidak lagi berteriak di lapangan itu, tidak lagi
berkumpul untuk upacara, tidak lagi memiliki waktu untuk bermain
permainan aneh itu, tidak lagi belajar kelompok dan latihan-latihan yang
melelahkan itu.
Jangan pernah berusaha melupakan aku dan kenangan itu, meskipun untuk
alasan agar tidak sedih lagi. Jangan perah berkata kamu tidak ingat lagi
tentang semuanya, berbohonglah bahwa kamu akan selalu ingat, aku lebih
suka mendengar kebohongan itu.
Jangan pernah menghilang dan berusaha menghilangkanku dari cerita hidupmu.
Terimakasih karena telah memberikanku halaman kosong untuk kuisi dan
telah menerimaku tanpa syarat sebagai temanmu. Terimakasih bagi mereka
yang mau menyediakan tempat dan waktunya untuk mendengar ceritaku yang
sama sekali tak bermutu atau melakukan hal yang sama sekali tak
menguntungkanmu.
Aku berharap suatu saat nanti, kita akan duduk melingkar dan saling
menatap bagaimana wajah kita yang lebih tua. Dengan kenangan yang sama,
semoga waktu memepertemukan kita lagi suatu saat nanti. Aku tidak tahu
kapan, tapi semoga hari itu benar-benar ada.
Dan saat itu, jangan bawa temanmu yang lain. Aku ingin teman-teman kita
yang dulu. Bepura-pura lah kangen dan rindu akan masa-masa bersama kita,
kalau ternyata kamu sudah tidak kangen lagi. Aku harap, kamu, aku dan
kalian akan tetap memiliki perasaan sebagai teman yang sama besarnya,
sama besar seperti saat kita bersama dulu. Aku yakin, kita dipertemukan
dan disatukan hanya sekali, sekali saja, kamu atau aku tidak akan
menemukan yang sama lagi, meski kita bukan yang terbaik. Tapi, kita tak
akan menemukan 'kita' yang sama lagi. Tidak akan pernah sama, dimanapun
dan sampai kapanpun. Once and forever.
Sumber: http://amaliasandy.blogspot.com/2013/07/once-and-forever.html
Sumber: http://amaliasandy.blogspot.com/2013/07/once-and-forever.html
No comments:
Post a Comment