Thursday, October 3, 2013

Once and Forever

Hai kawan, apa yang sedang kamu lihat? Sebuah catatan kecil di sebuah blog teman, atau sekedar kicauan kecil di twitter atau status di facebook atau personal message di bbm, di line, kakao talk dan lainnya.
Tapi bukan dengan dunia maya itu kita bertemu dan saling mengenal. Kita saling bertatapan muka dan saling menyapa satu sama lain tanpa menyangka bahwa kamu adalah orang yang akan selalu bersamaku dalam sebuah kisah yang sama dan dalam bingkai yang kita hias bersama. Tapi, itu dulu. Sekarang kita semakin jarang menatap, semakin jarang berbicara dan semakin jarang saling tersenyum. Karena kita telah memiliki tujuan yang jauh lebih penting. Sebuah mimpi yang dulu kita bicarakan bersama, sebuah tujuan yang kita sering diskusikan dan sebuah harapan yang kita gantung bersama. Tetapi kenyataan berbeda sekarang, kita harus meraihnya sendiri, tanpa kamu dan kalian lagi. Dan semoga, selama masa peraihan mimpi itu, kita masih punya sedikit waktu untuk mengingat bahwa kita pernah membicarakannya bersama, di suatu tempat dan waktu yang lalu.
Pagi ini aku terbangun, dan segera menyadari bahwa semua tak lagi sama. Aku bangun dan hanya duduk diranjang untuk beberapa saat. Biasanya, sebelum hari-hari ini, aku akan melompat dari ranjang, meraih handuk dan mandi, kemudian mengenakan seragam, sarapan dan pergi kesekolah. Aku menelusuri jalanan dan rute yang sama, hingga aku hafal dimana setiap lubang jalan berada, seragam pak polisi yang selalu berdiri disana, meskipun aku tahu, seraagam polisi akan tetap seperti sampai kapanpun, setidaknya itu adalah salah satu rekaman yang selalu aku ingat setiap berangkat kesekolah, bahkan aku selalu bertemu dengan beberapa teman di jalan. Ini berarti bahwa kita selalu memiliki jadwal yang sama setiap harinya. Hingga aku datang pada sebuah gerbang, kemudian bukan gerbang saat sekolah direnovasi lagi, kemudian menjadi gerbang lagi saat sudah direnovasi. Aku mengalami siklus gerbang-bukan gerbang-agak gerbang-gerbang lagi. Lalu siklus gedung-hampir bukan gedung-gedung hancur-hampir menjadi gedung- dan...gedung lagi. Nah, saat siklus 'gedung lagi' itulah, aku menyadari hanya memiliki beberapa bulan lagi disini. Aku juga mengalami siklus lapangan-agak lapangan-bukan lapangan (melainkan tempat parkir)-lapangan lagi. Tapi, aku selalu mengalami siklus yang sama, yaitu teman-teman-tetap teman... Aku percaya akan selalu seperti itu, bahkan hingga kita semakin menjauh satu sama lain. Aku ingat bagaimana setiap pagi dikelas, hanya ada segelintir orang dikelas saat aku datang pagi, dan saat dikelas sudah begitu penuh serta seorang guru sedang melotot ke arahku, itu berarti...aku datang kesiangan. Aku ingat, aku membeli makanan tidak sehat itu bersamamu, meski sadar dan sangat sadar aku akan sakit jika makan itu, aku akan tetap melakukannya, membeli makanan itu setiap hari, bersamamu. Pergi ke toilet berdua atau bersama-sama yang bahkan jaraknya jauh lebih dekat dari rumah-kesekolah. Pergi kesekolah sendiri dan pergi ke toilet harus ditemani, memang agak aneh, tapi itu yang selalu kita lakukan. Ke ruang guru yang sejuk itu bersama-sama, yang perlu kesana hanya seorang, tapi yang mengantar limabelas orang, hanya ingin menumpang dinginnya ruangan itu, sama nikmatnya seperti menumpang dingin di Alfamart atau Indomart. Aku ingat bagaimana kita begitu bahagia saat guru yang mengajar sedang sakit atau tidak masuk, yang secara tidak langsung kita selalu bersyukur dan amat bersyukur karena guru itu sakit, apalagi saat ujian batal. Batal, tetapi akan tetap terjadi keesokan harinya, dan terkadang dengan alasan menyebalkan 'Pasti kalian udah belajar lebih banyak kan karena kemarin nggak jadi ulangan jadi ulangannya soalnya lebih banyak lima kali lipat' dan saat itu terjadi kita berharap guru itu tidak pernah sembuh, atau berharap bisa kembali ke hari sebelumnya, saat soal ujian lebih sedikit dan lebih mudah. Kita juga sering melakukan latihan-latihan kecil untuk pentas seni, drama atau untuk praktek non-eksak. Itu adalah salah satu penjernihan pikiran. Kita sering melakukan belajar kelompok yang sebenarnya itu alibi, karena kita hanya akan menggosip setiap kali berkumpul, tidak perduli laki-laki atau perempuan yang berkumpul disana, acara 'membicarakan orang lain' adalah begitu menyenangkan. Kita belajar kelompok dan besoknya tetap datang subuh kesekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok itu. Kita tahu itu salah, tapi tetap melakukannya. Ingat saat kita rela mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli jersey atau jaket kelas, hanya untuk satu kata 'solid' atau 'kompak'. Kita rela berteriak-teriak dan membiarkan keringat kita menetes di dataran yang sama. Bertahan dibawah cahaya matahari dan berteriak meneriaki nama kelas kita tanpa syarat . Teriakan dan keringat yang bahkan tidak akan mengubah nilai 60 menjadi 90. Tapi, kita melakukannya sepenuh hati.
Ingat saat kita rela tidak pulang hingga malam, mendesain stand dan membawa barang-barang dari rumah masing-masing yang menyatukannya untuk sebuah mahakarya, meski tidak menang kita tetap saja merasa yang terbaik. Entah, bagaimana tubuh kita begitu rela pegal-pegal karena itu semua dan entah kekuatan apa yang membuat kita menjadi seseorang yang bisa bersatu tanpa syarat. Ingat bagaimana kamu bercerita tentang orang yang kamu sukai dan kami mendukungnya. Bagaimana kamu cemburu, bagaimana kamu menangis karena suatu hal menyebalkan yang ia lakukan. Bagaimana kita diam-diam menguntit dan menyelidiki orang itu. Atau bagaimana kamu membantuku menyelesaikan setiap masalahku, bagaimana aku memberikan sarang yang tua itu saat kamu dalam masalah. Aku akan ingat semua hal lucu itu.
Hari-hari terus berlalu, sampai akhirnya waktu itu tiba. Dimana kita akan saling meninggalkan satu sama lain. Kita tidak akan pernah bisa terus begini, kita hanya singgah sebentar. Kita tidak bisa terus mengenakan seragam ini dan berdiam diri di sekolah ini. Kita hanya menyelipkan sedikit kesan pada setiap orang yang menganggap kita teman. 
Hari perpisahan itu datang, hari itu terasa sama saja dan biasa saja. Biasa saja, hingga hari ini aku tersadar bahwa kita memang tidak akan kembali kesana, menyadari bahwa aku tidak bisa melihat kamu lagi seperti dulu. Kita tidak lagi mengenakan seragam itu, tidak lagi datang kesekolah itu, tidak lagi masuk keruang kelas itu, tidak lagi membeli makanan di kantin, tidak lagi berteriak di lapangan itu, tidak lagi berkumpul untuk upacara, tidak lagi memiliki waktu untuk bermain permainan aneh itu, tidak lagi belajar kelompok dan latihan-latihan yang melelahkan itu.
Jangan pernah berusaha melupakan aku dan kenangan itu, meskipun untuk alasan agar tidak sedih lagi. Jangan perah berkata kamu tidak ingat lagi tentang semuanya, berbohonglah bahwa kamu akan selalu ingat, aku lebih suka mendengar kebohongan itu.
Jangan pernah menghilang dan berusaha menghilangkanku dari cerita hidupmu.
Terimakasih karena telah memberikanku halaman kosong untuk kuisi dan telah menerimaku tanpa syarat sebagai temanmu. Terimakasih bagi mereka yang mau menyediakan tempat dan waktunya untuk mendengar ceritaku yang sama sekali tak bermutu atau melakukan hal yang sama sekali tak menguntungkanmu.
Aku berharap suatu saat nanti, kita akan duduk melingkar dan saling menatap bagaimana wajah kita yang lebih tua. Dengan kenangan yang sama, semoga waktu memepertemukan kita lagi suatu saat nanti. Aku tidak tahu kapan, tapi semoga hari itu benar-benar ada.
Dan saat itu, jangan bawa temanmu yang lain. Aku ingin teman-teman kita yang dulu. Bepura-pura lah kangen dan rindu akan masa-masa bersama kita, kalau ternyata kamu sudah tidak kangen lagi. Aku harap, kamu, aku dan kalian akan tetap memiliki perasaan sebagai teman yang sama besarnya, sama besar seperti saat kita bersama dulu. Aku yakin, kita dipertemukan dan disatukan hanya sekali, sekali saja, kamu atau aku tidak akan menemukan yang sama lagi, meski kita bukan yang terbaik. Tapi, kita tak akan menemukan 'kita' yang sama lagi. Tidak akan pernah sama, dimanapun dan sampai kapanpun. Once and forever.


Sumber: http://amaliasandy.blogspot.com/2013/07/once-and-forever.html

No comments:

Post a Comment